Kajian
filsafat pancasila
Filsafat
diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang
sejati. Filsafat merupakan indtik ilmu pengetahuan.Filsafat Pancasila ,
Kebenaran dari sila-sila Pancasila sebagai dasar negara atau dapat pula
diartikan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan logis.
Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collective ideologic
(cita-cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat,
karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu
"sistem" yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila
memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat dari
Pancasila.
Pancasila
sebagai Kesatuan sistem filsafat memiliki1. Dasar ontologis
Secara ontologis, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila Pancasila. Hakekat dasar ontologis Pancasila adalah manusia karena manusia merupakan subyek hukum pokok dari sila-sila pancasila
2. Dasar epistemologis
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
3. Dasar aksiologis
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila
Sila
Pancasila
|
Lapangan/Kajian/Tinjauan
Filsafat
|
||
Ontologi
|
Epistemologi
|
Aksiologi
|
|
|
Pancasila
dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari
|
Studi
tentang pengetahan (adanya) benda-benda yang menyelidiki sumber, syarat,
proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu
pengetahuanà supaya hidup lebih sejahtera à ex:bangsa Indonesia telah menemukan
Pancasila
|
Menyelidiki
nilai-nilai (value). Dari sikap manusia sehari-hari. Dapat dibedakan
menjadi 2:nilai materiil dan nilai spiritual. Nilai pancasila : ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, da keadilan.
|
I
|
Diharapkan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa à sesuai dengan tujuan nasional:
menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWTàex: pelajaran
PKn yang bernilai Pancasila, menghormati antar pemeluk agama
|
Ilmu
/ pengetahuan didapat dari rasio atau akal pikir yang datang dari Tuhan
|
Nilai
ketuhanan atau religius. Ex: memeluk suatu agama sebagai pandangan hidup di
dunia dan akherat.
|
II
|
Setiap
manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, dalam pendidikan tidak
membedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu à
terpenuhi kebutuhan spiritual maupun materiil berjiwa pancasila
|
Manusia
mempunyai potensi (kepribadian) yang dapat dikembangkan sehingga dapat hidup
sejahtera dalam suatu ruang dan waktu
Ex:
guru tidak boleh memonoli kebenaran, dengan ilmu diharap tidak ada kekerasan
|
Nilai
kemanusiaan, nilai keadilan à dalam kehidupan tidak membeda-bedakan
keturunan, ras dan kedudukan.
|
III
|
Tidak
membatasi golongan dalam belajarà UUD 1945 Pasal 31 ayat 1
|
Proses
terbentuknya pengetahuan merupakan hasil kerja sama dengan lingkungannya dan
saling berkesinambungan, semakin baik kerjasama maka akan kualitas
pengetahuan juga semakin baik.
|
Nilai
persatuan à untuk mengisi kemerdekaan.
|
IV
|
Kehidupan
berdemokrasià kekuasaan ada di tangan rakyatà memutuskan mufakat dengan
musyawarah.ex: bebas mengeluarkan pendapat
|
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT untuk memimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan
umat manusia dengan bijaksana.
|
Nilai
kerakyatan dan nilai tanggung jawab. Ex: adanya gotong royong dalam
musyawarah dan tanggung jawab dalam pelaksanaan mufakat.
|
V
|
Keadilan
dalam memenuhi kebutuhan di bidang materiil dan spiritual yang berdasarkan
atas asas kekeluargaan.ex:tidak membeda-bedakan siswa
|
Ilmu
pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta karya budaya
umat manusia merupakan martabat kepribadian manusiaà dalam Sisdiknas:tujuan
mengejar iptek dan imtaq.ex: menghargai hasil karya orang lain.
|
Nilai
keadilan, yaitu dalam melaksanakan kewajiban dan penerimaan
hak.
|
Karakteristik Filsafat
Pancasila
Apabila
memahami nilai-nilai dan sila-sila pancasila akan terkandung beberapa hubungan
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara hubungan
tersebut, yaitu :
1. Hubungan Vertikal
Hubungan
vertical adalah hubungan manusia dengan Tuhan YME sebagai penjelmaan dari
nilai-nilai ketuhanan YME.
2. Hubungan Horizontal
nilai-nilai ketuhanan YME.
2. Hubungan Horizontal
Hubungan
Horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya
sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara.
sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara.
3. Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaanya. Pancasila adalah pandangan
hidup atau ideologi yang mengatur hunungan manusia dengan tuhan, antar manusia
dengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia dengan lingkungannya. Alasan
prinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut diatas adalah
sebagai berikut :
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaanya. Pancasila adalah pandangan
hidup atau ideologi yang mengatur hunungan manusia dengan tuhan, antar manusia
dengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia dengan lingkungannya. Alasan
prinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut diatas adalah
sebagai berikut :
a. Mengakui
adanya kekuatan gaib yang ada diluar diri manusia menjadi pencipta serta
penguasa alam semesta.
penguasa alam semesta.
b.
Keseimbangan dalam hubungan, keserasian-keserasian dan untuk menciptakannya
perlu
pengendalian
pengendalian
c. Dalam
mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting . persatuan
dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
d. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat dijadikan
sendi kehidupan bersama.
e. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.
dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
d. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat dijadikan
sendi kehidupan bersama.
e. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.
Kajian filsafat pancasila
Negara
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah
temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang
yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai
“satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula
sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain
unsur-unsur lokal (”milik dan ciri khas bangsa Indonesia”) diakui adanya unsur
universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih
tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang
berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis
yang bertolak dari urut-urutan pemahaman (”ordo cognoscendi”), dan bukan
bertolak dari urut-urutan logis (”ordo essendi”) yang menempatkan Allah sebagai
prioritas utama.
Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan
bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran di atas kertas, dan
Pancasila sebagai falsafah. Kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta
tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang
dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila di
dalamnya yang oleh karena perkembangan sejarah masih tetap berfungsi sebagai
landasan ideologis, maupun nilai-nilai filsafat yang dapat kita masukkan
kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.
Pancasila tidak dapat diragukan lagi dalam naskah Pembukaan
UUD 1945 dan dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” dalam lambang negara Republik
Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi “defining
characteristics” = pernyataan jati diri bangsa = cita-cita atau tantangan yang
ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jati diri ada
unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri.
Sesungguhnya dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat
isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan kunci
bagi kegiatan merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila. Dalam
konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan mana
yang bersifat lokal = ciri khas bangsa Indonesia. Secara harafiah “Bhinneka
Tunggal Ika” identik dengan “E Pluribus Umum” pada lambang negara Amerika
Serikat. Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama dengan
“Declaration of Independence” negara tersebut. Suatu kajian atas Pancasila
dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran eksistensialisme
disumbangkan oleh N Driyarkara. Menurut Driyarkara, keberadaan manusia
senantiasa bersifat ada-bersama manusia lain. Oleh karena itu rumusan filsafat
dari Pancasila adalah sebagai berikut:
Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan
ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih (”liebendes Miteinadersein”) dengan
sesamaku. Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama manusia itu
disebut “Perikemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam bersama-sama
menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna sebagai
syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup. Penjelmaan dari
perikemanusiaan ini disebut “keadilan sosial”.
Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam
memasyarakat. Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan
karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap
anggota harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Itulah demokrasi =
“kerakyatan yang dipimpin …”.
Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam hubunganku
dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan
dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit dalam perasaan,
semangat dan cara berfikir.Itulah sila kebangsaan atau “persatuan Indonesia”.
Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama,
ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung. Adaku tidak sempurna, tidak
atas kekuatanku sendiri. Adaku bukan sumber dari adaku. Yang menjadi sumber
adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang
mahasempurna, Tuhan yang Maha Esa.Itulah dasar bagi sila pertama: “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Kajian filsafat pancasila masyarakat
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro (
1985 : 69 ) mengatakan masyarakat dianggap sebagai suatu sistem sosial yang
mampu mengembangkan dirinya sendri, yang berisi semua dasar struktural dan
fungsional dari suatu subsistem yang independen. Soerjono Soekanto dan
Mustafa Abdullah ( 1982 : 33 ) mengatakan bahwa hukum merupakan bagian dari
kebudayaan suatu masyarakat. Hukum tidak akan bisa dipisahkan dari jiwa serta
cara berpikir daripada masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Maka bisa
dikatakan bahwa hukum merupakan perwujudan dari jiwa serta cara berpikir
masyarakat.
Kehidupan masyarakat tidak akan
terlepas dari hukum yang mengaturnya. Hukum sebagai perwujudan jiwa dan cara
berpikir ini mengandung maksud bahwa hukum merupakan suatu peraturan yang
dibuat oleh masyarakat dan digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat
tersebut. Maka untuk mewujudkan dari hukum yang dibuat oleh masyarakat tersebut
dengan cara menaati dari segala aspek isi dan tujuan dari peraturan hukum
tersebut.
Ronny Hanitijo Soemitro ( 1985 : 103
) menyatakan hukum bisa menjadi kontrol sosial bagi masyarakat itu
sendiri. Karena kontrol sosial dapat mencegah terjadinya tingkah laku yang
menyimpang pada masyarakat itu.
Satjipto Rahardjo ( dalam Soleman
Taneko, 1993 : 41 ) mengatakan bahwa hukum sebagai sarana rekayasa sosial,
inovasi, social engineering yang tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan
pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan
juga untuk mengarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapus
kebiasaan-kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola
kelakuan baru dan sebagainya.
Beberapa pendapat tersebut pada
hakekatnya merujuk pada satu inti permasalahan yaitu hukum ada di masyarakat
untuk memperbaiki tingkah laku masyarakat itu sendiri. Untuk menciptakan hal
tersebut maka masyarakat harus sadar akan keberadaan hukum itu untuk
mengarahkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Paul Scoholten ( dalam Soerjono
Soekanto dan Soleman, 1983 : 343 ) mendefinisikan kesadaran hukum adalah suatu
kesadaran yang terdapat di dalam diri setiap manusia mengenai yang ada atau
perihal hukum yang diharapkan sehingga ada kemampuan untuk membedakan antara
hukum yang baik dengan hukum yang buruk. Kemudian Soerjono Soekanto ( 1983 :
343 ) mengartikan kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang
terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang
di harapkan ada.
Penekanan pada kesadaran hukum ini
lebih ditekankan pada nilai-nilai tentang hukum itu sendiri dan bukan suatu
penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang kongkrit dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Untuk menjadi masyarakat yang sadar
pada hukum maka perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
- Setiap manusia berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi terhadap hukum. Setiap manusia pribadi adalah sama terhadap hukum. Karena manusia semua berkodrat sama.
- Semua manusia dan tiap-tiap warga negara harus taa dan mematuhi hukum. Jika ada pelanggaran terhadap hukum, tanpa memperdulikan kedudukan pelanggarnya harus diadili penegak hukum yang tak memihak, ukuran dan dasar pengadilan hanya hukum yang berlaku.
- Dalam masyarakat memang harus ada pemberi hukum, tetapi hendaklah selalu diingat, bahwa hukum itu bukan alat pengangkat, melainkan bertujuan untuk melindungi rakyat, hukum hendaklah merupakan pengayoman manusia pribadi dan segenap warga negara ( masyarakat ) sebagai keseluruhannya tanpa kecuali. ( Widjaja, 1984 : 19 )
Sedangkan menurut Kutschinsky (
dalam Soerjono Soekanto dan Soleman, 1983 : 348 ) memberikan
indikator-indikator dari masalah kesadaran hukum masyarakat yaitu :
- Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum ( law awareness )
- Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum ( law acquaintance )
- Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum ( legal attitude )
- Pola perilaku hukum ( legal behavior )
Tetapi pada saat ini posisi
masyarakat untuk sadar pada hukum itu masih sangat kurang sekali. Paradigma
yang dipakai oleh masyarakat untuk taat hukum adalah obyek sanksinya.
Masyarakat akan menilai hukum dari sanksi yang di berikan jika melanggar.
Sehingga masyarakat akan lebih mengutamakan untuk taat pada peraturan yang
mempunyai berat daripada yang ringan. Menurut Adam Podgorecki dan Christopher
Whelan ( terjemahan Widyaningsih, 1987 : 256 ) mengatakan bahwa kepatuhan dan
ketidakpatuhan terhadap hukum serta hubungannya dengan sanksi atau rasa takut
terhadap sanksi dikatakan relevan atau memiliki suatu pertalian yang jelas
apabila aturan-aturan hukum dengan sanksi-sanksinya atau dengan perlengkapannya
untuk melakukan tindakan paksaan sudah diketahui atau dipahami arti dan
kegunaannya oleh individu atau masyarakat yang terlibat dengan hukum itu.
Faktor sanksi ini sangat berpengaruh
pada bagaimana tingkat kesadaran seseorang untuk patuh hukum. Maka sanksi yang
kurang tegas ini menjadi salah satu faktor penyebab lemahnya ketaatan hukum
dimasyarakat. Karena masyarakat sekarang mau taat kalau ada sanksi jika
melanggar. Kesadaran hukum oleh masyarakat merupakan faktor penentu untuk bisa
menunjukkan perilaku yang taat pada hukum. Upaya untuk membina masyarakat untuk
bisa sadar akan hukum perlu di bina dengan tidak hanya melalui pengetahuan saja
tetapi mental dan perilaku masyarakat harus diarahkan untuk menuju ke hal
tersebut.
Internalisasi Nilai-nilai
Pancasila untuk meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat
Setiap negara memiliki pandangan
hidup masing-masing untuk menentukan langkah hidup ke depan. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia. hal ini tampak bahwa Pancasila adalah jiwa,
kepribadian dan pandangan hidup ( way of life) bangsa Indonesia. Menurut
Hamid Darmadi ( 2010 : 249 ) mengatakan sebagai pandangan hidup, Pancasila
dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain Pancasila
sebagai penunjuk arah bagi semua kegiatan dalam aktivitas hidup.
Pancasila dianggap sebagai
perwujudan jiwa seluruh rakyat Indonesia yang hidup dan berkembang dalam
kepribadian bangsa. Bentuk perilaku rakyat Indonesia bisa dicerminkan dari
Pancasila. Masyarakat dalam berperilaku seharusnya bisa menunjukkan bagaimana
yang tertuang di sila-sila Pancasila.
Kaelan ( 2002 : 47 ) mengatakan
bahwa bangsa Indonesia sebagai kausa materialis dari Pancasila. Pandangan hidup
dan filsafat hidup itu merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad bagi dirinya untuk
mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan perbuatannya.
Nilai-nilai yang ada di Pancasila
seharusnya tertanam pada seseorang sejak sudah bisa berinteraksi dengan dunia
luar. Jika seseorang sudah bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila itu maka
seseorang akan bisa menjiwai dari Pancasila itu sendiri. Menurut Widjaja ( 1984
: 4 ) mengatakan pancasila didalamnya mengandung nilai-nilai yang universal (
bersifat umum ) yang dikembangkan dan berkembang dalam pribadi manusia-manusia
sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial.
Penanaman nilai-nilai Pancasila ini
bisa membangkitkan kesadaran akan dirinya atas tanggung jawab pribadi dan
masyarakat. Salah satu tanggung jawab yang harus di laksanakan oleh masyarakat
adalah sadar akan hukum yang berlaku saat ini. Karena dengan sadar akan hukum
dapat menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat
atas dasar kesadaran hukum yang berlaku. Kesadaran hukum masyarakat ini
seharusnya ditujukan pada perwujudan dari nilai-nilai yang ada di Pancasila.
Internalisasi nilai-nilai Pancasila ini sebenarnya adalah modal awal untuk
menciptakan masyarakat yang sadar akan hukum yang berlaku. Darji Darmodiharjo
dan Sidharta ( 2008 : 237 ) menjelaskan perlunya keberadaan dari nilai-nilai
Pancasila antara lain :
- Nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil penilaian dan pemikiran filsafat bangsa Indonesia
- Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia yang paling sesuai, yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai petunjuk yang paling baik, benar, adil dan bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
- Nilai-nilai Pancasila mengandung nilai kerohanian
Maka dengan kata lain nilai-nilai
Pancasila ini menjadi das Sollen ( seharusnya ) yang diwujudkan menjadi
suatu kenyataan ( das sein ).
Menurut Kaelan ( 2002 : 248 )
realisasi dari internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat diperoleh hasil
sebagai berikut :
- Pengetahuan, meliputi aktualisasi biasa, pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat.
- Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri
- Ketaatan yaitu selalu dalam keadaan sedia untuk memenuhi wajib lahir dan batin
- Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan
- Watak dan hati nurani agar orang selalu mawas diri
Maka dari pernyataan Kaelan ini
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari Pancasila dimana internalisasi
nilai-nilai Pancasila bisa membangun kesadaran hukum dan arahnya untuk bisa
menaati peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat saat ini dituntut harus mampu
untuk bisa menginternalisasi nilai-nilai yang tekandung di Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari sebagai tumpuan dasar untuk hidup di negara yang
berdasarkan pada hukum.
Sehingga kongkretisitas dari
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila kepada
masyarakat adalah membangun kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku
sehingga tercipta keselarasan hidup yang baik antara hukum dan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar