Sabtu, 20 Desember 2014
Jumat, 19 Desember 2014
Mengenal sosok Ronggo Warsito
RONGGO WARSITO
Nama Raden Ngabehi
Ronggowarsito memang sudah tidak asing lagi. Dia adalah seorang pejangga
keraton Solo yang hidup pada 1802-1873. Tepatnya lahir hari Senin Legi 15 Maret 1802, dan wafat 15 Desember 1873, pada hari Rabu Pon. Pujangga yang dibesarkan
di lingkungan kraton Surakarta ini namanya terkenal karena dialah yang
menggubah Jangka Jayabaya yang tersohor hingga ke mancanegara itu. Hingga
sekarang kitab ramalan ini masih menimbulkan kontroversi.
R. Ng. Ronggowarsito adalah bangsawan keturunan Pajang, dengan silsilah sebagai
berikut :
- P. Hadiwijoyo (Joko Tingkir)
- P. Benowo, putera Emas (Panembahan Radin)
- P. Haryo Wiromenggolo (Kajoran)
- P. Adipati Wiromenggolo (Cengkalsewu)
- P.A. Danuupoyo, KRT Padmonegoro (Bupati Pekalongan)
- R.Ng. Yosodipuro (Pujangga keraton Solo)
R. Ng.Yosodipuro alias Bagus Burham adalah R.Ng.Ronggowarsito yang kita kenal.
Semasa kecil hingga remaja dia memang lebih dikenal dengan nama Bagus Burhan,
dan pernah menuntut ilmu di Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar.
Dari jalur ibundanya, R.Ng.Ronggowarsito merupakan seorang
bangsawan berdarah Demak, dengan silsilah sebagai berikut:
- R. Trenggono (Sultan Demak ke III)
- R.A. Mangkurat
- R.T. Sujonoputero (Pujangga keraton Pajang)
- K.A. Wongsotruno
- K.A. Noyomenggolo (Demang Palar)
- R. Ng. Surodirjo I
- R.Ng. Ronggowarsito/Bagus Burham.
Karena ayahandanya wafat sewaktu sang pujangga belum cukup dewasa, Bagus Burhan
kemudian ikut dengan kakeknya, yaitu R. Tumenggung Sastronegoro, yang juga seorang
bangsawan keraton Solo.
Dikisahkan, pada saat dirawat oleh kakeknya inilah Bagus Burhan hidup dengan
penuh kemanjaan, sehingga bakatnya sebagai seorang pujangga sama sekali belum
terlihat. Bahkan, kesukaannya di masa muda adalah sering menyabung jago, dan
bertaruh uang. Bermacam-macam kesukaan yang menghambur-hamburkan uang seakan
menjadi cirri khasnya kala itu.
Namun demikian sang kakek, R. Tumenggung Sastronegoro, telah meramalkan kalau
nanti cucu kinasihnya ini akan menjadi seorang pembesar setaraf dengan kakek
buyutnya. Untuk mewujudkan ramalannya ini, sang kakek kemudian menitipkan Bagus
Burhan ke Kyai Imam Bestari pemilik pondok pesantren Gebang Tinatar di
Tegalsari, Ponorogo.
Pada saat di pesantren, kebengalan Bagus Burhan semakin menjadi. Hal ini
membuat Kyai Imam Bestari kewalahan. Kesukaannya bertaruh dan berjudi sabung
ayam tidak kunjung luntur. Karena kebiasaan buruknya ini, maka sering kali
bekal yang dibawanya dari Solo habis tak karuan di arena judi sabung ayam.
Karena kenakalannya, setelah setahun berguru, tak ada kemajuan sama sekali.
Oleh karena itulah Kyai Imam Bestari memintanya agar pulang ke Solo. Sang
Kyai merasa tak sanggup untuk mengajarnya ilmu-ilmu keagamaan.
Wibawa Kyai Imam Bestari membuat Bagus Burhan tak kuasa untuk menolak titahnya.
Namun, dia menghadapi dilema. Kalau dirinya pulang ke Solo, kakeknya pasti akan
marah besar.
Karena takut pada murka kakeknya inilah, maka bersama dengan Ki Tanujoyo
pamomongnya, Bagus Burhan memutuskan untuk tidak pulang ke Solo. Dia memilih
berguru ke Kediri.
Dikisahkan, dalam
perjalanan menuju Kediri, Bagus Burhan dan Ki Tanujoyo tersesat di sebuah
hutan. Karena hingga tiga hari tiga malam tak menjumpai rumah penduduk,
maka selama itu pula mereka tak makan dan tak minum. Karena kelaparan, Bagus
Buhan yang biasa hidup enak dan serba kecukupan akhirnya pingsan.
Sementa itu, di tempat lain, yakni di padepokan Kyai Imam Bestari, sang Kyai
memperoleh wangsit yang memberikan pertanda bahwa Ponorogo akan dilanda
kelaparan. Dalam wangsit itu dikatakan bahwa bencana kelaparan ini akan
tertolong bila Bagus Burhan yang telah pergi jauh itu mau diajak kembali ke
Ponorogo.
Demi mendapatkan isyaroh ini, sebagai seorang linuwih, Kyai Imam Bestari
langsung mengirim utusan untuk menjemput kembali bocah Bengal itu ke
Solo. Celakanya, menurut laporan yang diperoleh, para utusan itu tidak
mendapatkan Bagus Burhan di Solo. Bahkan, anak itu belum juga sampai ke rumah
kakeknya.
Setelah mendapatkan laporan itu, Kyai Imam Bestari bermunajat kepada Allah untuk
meminta petunjukNya. Singkat cerita, Bagus Burhan memang berhasil diketemukan.
Bocah ini pun tidak menolak ketika diajak kembali ke padepokan, karena ini
memang harapannya agar tidak mendapatkan murka dari sang kakek.
Saat menetap kembali di pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo. Perilaku
Bagus Burhan ternyata tak kunjung berubah. Tetap suka berboros-boros dengan
bertaruh dan berjudi sabung ayam. Hal ini sangat mengecewakan Kyai Imam
Bestari. Karena tak tak tahan melihat kelakukan santrinya, maka suatu hari sang
Kyai memarahi Bagus Burhan dengan kata-kata yang sangat menusuk perasaan si
anak muda.
Mendapatkan kemarahan hebat dari Kyai Imam Bestari, Bagus Burhan berniat segera
hengkang dari pesantren. Untunglah, dalam kondisi seperti iini Ki Tanujoyo
segera mengambil peranan. Dia berusaha tampil menolong keadaan, dengan cara
membesarkan hati Raden Bagus Burhan.
"Raden ini bukan keturunan orang kebanyakan. Leluhur Raden adalah
bangsawan keraton yang hebat. Untuk diketahui, itu semua bukan dicapai dengan
hidup enak-enak. Akan tetapi, dicapai dengan cara laku prihatin, tirakat, mesu
budi dan patiraga. Apakah Raden tidak ingin seperti mereka?""
Mendengar perkataan Ki Tanujoyo seperti itu, akhirnya bangkitlah semangat Raden
Bagus. Dia pun mencoba tetap bertahan di pesantren Gebang Tinatar di Tegalsari,
Ponorogo. Sampai suatu ketika, dirinya minta diantar ke kali Kedhung Batu untuk
menjalani tirakat, sebagaimana yang pernah ditempuh oleh para leluhurnya.
Berkat kekerasan hati dan ketekunannya, maka setelah menjalani tirakat selama
40 hari 40 malam di kedung Watu, tanpa makan dan minum, kecuali sesisir pisang
setiap harinya, akhirnya ada hasil yang dia peroleh. Dari tirakatnya ini Raden
Bgus memperoleh wisik, yakni ditemui eyang buyutnya, R.Ng.Yosodipuro I. Dia
diminta menengadahkan telinganya, dan gaib sang kakek buyutnya kemudian masuk
kedalamnya.
Ada kisah lain yang tak kalah aneh. Konon, Ki Tanujoyo yang menemaninya
dipinggir kali, sewaktu menyiapkan nasi untuk buka saat tirakat menginjak hari
kw 40, orang tua ini melihat ada sinar masuk ke dalam kendilnya, yang ternyata
berupa ikan untuk lauk sang Bagus berbuka puasa.
Semenjak usai menjalani tirakat ini, pribadi Raden Bagus Burhan pun berubah 180
derajat. Kebengalannya berubah menjadi sikap yang sangat patuh. Tak hanya itu,
kalau pada awalnya dia santri yang bebal, akhirnya berubah menjadi santri yang
cepat menerima pelajaran yang diberikan oleh Kyai Imam Bestari. Dia juga
memiliki kelebihan dalam hal mengaji dan berdakwah, sehingga jauh lebih menonjol
dibandingkan santri-santri lainnya. Karena kecerdasannya ini, Bagus Burhan
memperoleh sebutan baru dari Kyai Imam Bestari, yakni Mas Ilham.
Tabel penilaian
ABSEN 17
Nama : Amma Hidayanti
NIM : 2225132093
Matematika 3B
|
|
BINTANG
|
|
1. Aliran
Empirisme
2. Filsafat
Empirisme dengan pendidikan (Revisi)
3. Aliran
Empirisme Pendidikan (PPT)
4. Pertanyaan
5. Masjid
Agung Banten
6. Pendidikan
di Indonesia
7. Kota
Cilegon
8. Mengenal
Batik Banten
9. Kajian
Filsafat Pancasila
10. Masa
pemerintahan B.J Habibie
11. Ronggo Warsito |
Masjid Agung Banten
ID
Masjid
|
:
|
|
Luas
Tanah
|
:
|
20.000 m2
|
Status
Tanah
|
:
|
Wakaf
|
Luas
Bangunan
|
:
|
1.368 m2
|
Tahun
Berdiri
|
:
|
1566
|
Daya
Tampung Jamaah
|
:
|
2.000
|
Fasilitas
|
:
|
Parkir, Taman, Gudang, Tempat
Penitipan Sepatu/Sandal, Ruang Belajar (TPA/Madrasah), Toko, Perlengkapan
Pengurusan Jenazah, Perpustakaan, Kantor Sekretariat, Sound System dan
Multimedia, Kamar Mandi/WC, Tempat Wudhu, Sarana Ibadah
|
Kegiatan
|
:
|
Pemberdayaan Zakat, Infaq,
Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah,
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan kegiatan sosial ekonomi
(koperasi masjid), Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah
Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam,
Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
|
SEJARAH
Sejarah Masjid Agung Banten
Masjid yang sangat terkenal dan
bersejarah di Banten, adalah Masjid Agung Banten. Sering menjadi top of mind
tentang Banten. Masjid Agung Banten termasuk dalam wilayah Desa Banten,
Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Bangunan Masjid berbatasan dengan
perkampungan di sebelah Utara, Barat, dan Selatan, alun –alun di sebelah Timur,
dan benteng/Keraton Surosowan di sebelah Tengah. Arah ke sebelah utara dari
pusat Kota Serang. Keadaan Masjid ini relatife terpelihara meskipun banyak yang
sudah rusak. Bangunan Masjid Agung Banten, terdiri dari bangunan Masjid, dengan
serambi pemakaman, di kiri dan kanannya bangunan Tiyamah, menara dan tempat
pemakaman di halaman sisi utara.
Bangunan Masjid Agung Banten
merupakan suatu komplek dengan luas tanah 1,3 ha yang dikelilingi pagar tembak
setinggi satu meter. Pada sisi tembok timur dan masing-masing terdapat dua buah
gapura dibagian utara dan selatan yang letaknya sejajar. Bangunan Masjid
menghadap ketimur berdiri diatas pondasi masif dengan ketingggian satu meter
dari halaman. Bangunan ruang utama berdenah empat persegi panjang dengan ukuran
25 x 19 m. lantai terbuat dari ubin berukuran 30 x 30 cm berwarna hijau muda
dan dibatasi dinding pada keempat sisinya. Dinding timur memisahkan ruang utama
dengan serambi timur. Pada dinding ini terdapat empat pintu (dengan lubang
angin) yang merupakan pintu masuk utama. Pintu terletak dengan bidang segi
empat dari dinding yang menanjal berukuran 174 x 98 dengan dua daun pintu dari
kayu. Bagian atas pintu berbentuk lengkung setengah lingkaran. Lubang angin
pada dinding timur ada dua buah yang mengapit pintu, pintu paling selatan
berbentuk persegi panjang dan di dalamnya terdapat hiasan motif kertas tempel,
Dinding barat tersebut berhiaskan pelipit rata, penyangga, setengah Iingkaran
dan pelipit cekung.
Dinding sisi utara membatasi ruang
utama dengan serambi utama dengan sebuah pintu masuk berbentuk empat persegi
panjang ukuran 240 x 125 cm, berdaun pintu dua buah dari kayu. Jendela pada
dinding utara dua buah dengan dua daun jendela berbentuk segi empat berukuran
180 x 152 cm. Sedangkan dinding selatan hanya mempunyai satu pintu yang
menghubungkan ruang utama dengan pawestren di dekat sudut barat dinding.
Masjid Agung Banten termasuk dalam
wilayah Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Bangunan Masjid
berbatasan dengan perkampungan di sebelah Utara, Barat dan Selatan, alun-alun
di sebelah Timur, dan benteng / keraton Surosawan di sebelah Tengah. Bangunan
lain yang ada di Masjid Agung Banten dimana diantaranya pada jarak 10 m dari
kolam di bagian timur (depan) Masjid terdapat menara dengan tinggi 23 m. Menara
ini diperkirakan dibangun abad ke 18 M dan dapat dimasuki sampai ke atas
melalui 82 buah anak tangga. Di dalam menara terdapat empat pintu dan bentuknya
sama dengan pintu masuk menara. Bangunan menara terbagi atas tiga bangunan
yaitu kaki, tubuh dan kepala. Kolam berada di dalam serambi timur berbentuk
persegi panjang terbagi atas empat kolam kotak yang dipisahkan oleh pematang
tembok dan dihubungkan dengan lubang pada masing-masing pematang. Kolam
berukuran 28,10 x 3,10m dan dalamnya antara 75-100 cm. Di sekeliling kolam
terdapat tembok setinggi 1,29 m dan tebalnya 32 cm. Untuk mencapai kolam
disediakan tangga turun sebanyak tiga buah anak tangga dari arah halaman dan
lima anak tangga dari serambi timur. Selain terdapat kolam ada juga bangunan
yang dinamakan Pawestren letaknya berdampingan dengan ruang utama. Pada dinding
selatan terdapat pintu yang menghubungkan Pawestren dengan serambi pemakaman
selatan. Lubang angin di dinding ini berbentuk segi tiga dan hanya sebagian
terbuka karena tertutup atap makam selatan. Dinding barat Pawestren hanya
terdapat lubang angin dengan bentuk kumpulan segi tiga dengan bunga di
antaranya.
Masjid Agung Banten didirikan
pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin dan dilanjutkan
oleh putranya Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M atau bulan Zulhijjah 966
Hijriah. Bangunan Tiyamah merupakan bangunan tambahan yang letaknya di sebelah
selatan Masjid. Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur Belanda kuno. Di
bangun oleh Hendrick Lucas Cardeel, seorang arsitek Belanda yang beragama Islam
dan oleh sultan diberi gelar Pangeran Wiraguna. Menara Masjid Agung Banten
dibangun oleh Lucas Cardeel, Menurut K.C Crucq berpendapat bahwa menara Masjid
Agung Banten ini sudah ada sebelum tahun 1569/1570, bahkan berdasarkan tinjauan
seni bangunan dan hiasannya, ia berkesimpulan menara ini didirikan pada
pertengahan kedua abad XVI yaitu antara tahun 1560 sampai 1570.
Bangunan-bangunan yang ada di
komplek Masjid Agung Banten keadaannya masih terawat dan dikelola oleh Yayasan
yang dipimpin oleh H. Tubagus Wasi Abbas.
Renovasi dan Pemugaran
Masjid Agung Banten sejak didirikan
sudah mengalami beberapa kali renovasi, baik fisik maupun penambahan luas
bangunan. Masjid berdenah empat persegi dan beratap tumpang susun lima ini,
telah beberapa kali mengalami perubahan fisik,diantaranya pada :
Tahun 1570-1580 tepatnya pada masa
pemerintahan Maulana Yusuf yang tak lain adalah putra dari Maulana Hasanuddin
(Sultan yang membangun Masjid Agung Banten), Masjid Agung Banten diperluas
dengan serambi muka dan samping. Selain perbaikan Masjid juga dibangun menara
Masjid dengan bantuan Cek Ban Cut,seorang muslim berkebangsaan Mongolia.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad
(1580-1596); Masjid Agung Banten diperindah dengan melapisi tembok Masjid
dengan porselin dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Dibangun juga tempat
sholat khusus perempuan yang disebut pawestren atau pawadonan.
Masa pemerintahan Sultan Haji
(1684-1687). Pada masa ini dibangun menara baru di halaman muka Masjid dan
tiamah(tempat bermusyawarah dan berdiskusi agama) di selatan serambi Masjid.
Menara berbentuk mercusuar Eropa dan berdenah segi delapan. Pembangunan menara
ini dbantu oleh arsitek Lucas Cardel.
Tahun 1945-1961. Residen Banten Th.
Achmad Chatib bersama masyarakat Banten melakukan perbaikan Masjid. Dibuat atap
cungkup penghubung di komplek pemakaman utara.
Tahun 1966-1967, Dinas Purbakala
melakukan pemugaran menara.
Tahun 1969 Korem 064 Maulana Yusuf
Serang melakukan pemugaran total fisik, kecuali model bangunan dan dinding yang
masih asli karena kayu dan gentengnya pada rusak dimakan usia. Langit-langit
yang tadinya dari bahan rumbia diganti dengan etemit.
Tahun 1970, Yayasan Qur'an memberi
bantuan untuk pemugaran serambi timur.
Tahun 1975, pemugaran besar-besaran
dan menyempurnakan pemugaran pada tahun sebelumnya. Termasuk memperluas halaman
Masjid, dengan memindahkan rumahrumah penduduk yang ada disekitar halaman
Masjid ke tempat yang lain. Penggantian lantai ruang utama Masjid dengan teraso
berwarna kehijauan, pembuatan atap serambi pemakaman selatan, pembuatan bak-bak
wudhu, pembuatan pagar tembok keliling komplek dengan lima gapura. Sumber
dananya dari Pertamina Pusat.
Tahun 1987, merenovasi lantai terasa
diganti dengan marmer di bagian dalam Masjid dan di bagian luamya dengan
keramik. Lantai pemakaman utara dan cungkup makam Maman Hasanuddin yang semua
tegel berwarna merah juga diganti dengan marmer. Adapun biaya renovasi berasal
dati keluarga Cendana Jakarta.
Dari tahun 1987 sampai sekarang ada
renovasi - renovasi kecil termasuk penambahan tempat ziarah yang tadinya
terbuka sekarang tertutup dengan atap genteng. Begitu juga tempat wudhu, kamar
keeil mulai dibata rapi; demi pelayanan dan fasilitas bagi para peziarah yang
berasal dari berbagai daerah.
Kepengurusan Masjid Agung Banten
Seiring dengan berjalanya waktu dan
meningkatnya kebutuhan akan pengelolaan manajemen Masjid yang professional,
kepengurusan DKM mengalami beberapa penggantian. Tercatat beberapa kali
pergantian kepengurusan DKM Masjid Agung yang dikelola oleh keluarga kenadziran;
diantaranya :
1. Periode tahun 1975 s/d tahun 1984
oleh KH. Tb. A. Abbas Ma'mun
2. Periode tahun 1984 s/d tahun1994
oleh KH. Tb. Waseh Abbas
3. Periode tahun 1994 s/d tahun 2009
oleh KH. Tb. Fathul Adzim Chatib
4. Periode tahun 2009 s/d tahun 2014
oleh KH. Tb. A. Suaedi Bashit
Langganan:
Postingan (Atom)