Jumat, 19 Desember 2014

Mengenal sosok Ronggo Warsito

RONGGO WARSITO 

Nama Raden Ngabehi Ronggowarsito memang sudah tidak asing lagi. Dia adalah seorang pejangga keraton Solo yang hidup pada 1802-1873. Tepatnya lahir hari Senin Legi 15 Maret 1802, dan wafat 15 Desember 1873, pada hari Rabu Pon. Pujangga yang dibesarkan di lingkungan kraton Surakarta ini namanya terkenal karena dialah yang menggubah Jangka Jayabaya yang tersohor hingga ke mancanegara itu. Hingga sekarang kitab ramalan ini masih menimbulkan kontroversi.
R. Ng. Ronggowarsito adalah bangsawan keturunan Pajang, dengan silsilah sebagai berikut :

  •   P. Hadiwijoyo (Joko Tingkir)
  • P. Benowo, putera Emas (Panembahan Radin)
  •   P. Haryo Wiromenggolo (Kajoran)
  •   P. Adipati Wiromenggolo (Cengkalsewu)
  •   P.A. Danuupoyo, KRT Padmonegoro (Bupati Pekalongan)
  •   R.Ng. Yosodipuro (Pujangga keraton Solo)

R. Ng.Yosodipuro alias Bagus Burham adalah R.Ng.Ronggowarsito yang kita kenal. Semasa kecil hingga remaja dia memang lebih dikenal dengan nama Bagus Burhan, dan pernah menuntut ilmu di Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar.
Dari jalur ibundanya, R.Ng.Ronggowarsito  merupakan seorang bangsawan  berdarah Demak, dengan silsilah sebagai berikut:

  •   R. Trenggono (Sultan Demak ke III)
  •   R.A. Mangkurat 
  •  R.T. Sujonoputero (Pujangga keraton Pajang)  
  • K.A. Wongsotruno  
  • K.A. Noyomenggolo (Demang Palar)  
  • R. Ng. Surodirjo I  
  • R.Ng. Ronggowarsito/Bagus Burham.

Karena ayahandanya wafat sewaktu sang pujangga belum cukup dewasa, Bagus Burhan kemudian ikut dengan kakeknya, yaitu R. Tumenggung Sastronegoro, yang juga seorang bangsawan keraton Solo.
Dikisahkan, pada saat dirawat oleh kakeknya inilah Bagus Burhan hidup dengan penuh kemanjaan, sehingga bakatnya sebagai seorang pujangga sama sekali belum terlihat. Bahkan, kesukaannya di masa muda adalah sering menyabung jago, dan bertaruh uang. Bermacam-macam kesukaan yang menghambur-hamburkan uang seakan menjadi cirri khasnya kala itu.

Namun demikian sang kakek, R. Tumenggung Sastronegoro, telah meramalkan kalau nanti cucu kinasihnya ini akan menjadi seorang pembesar setaraf dengan kakek buyutnya. Untuk mewujudkan ramalannya ini, sang kakek kemudian menitipkan Bagus Burhan ke Kyai Imam Bestari pemilik pondok pesantren Gebang Tinatar di Tegalsari, Ponorogo.

Pada saat di pesantren, kebengalan Bagus Burhan semakin menjadi. Hal ini membuat Kyai Imam Bestari kewalahan. Kesukaannya bertaruh dan berjudi sabung ayam tidak kunjung luntur. Karena kebiasaan buruknya ini, maka sering kali bekal yang dibawanya dari Solo habis tak karuan di arena judi sabung ayam.

Karena kenakalannya, setelah setahun berguru, tak ada kemajuan sama sekali. Oleh karena itulah Kyai Imam Bestari memintanya agar pulang ke Solo. Sang Kyai  merasa tak sanggup untuk mengajarnya ilmu-ilmu keagamaan.

Wibawa Kyai Imam Bestari membuat Bagus Burhan tak kuasa untuk menolak titahnya. Namun, dia menghadapi dilema. Kalau dirinya pulang ke Solo, kakeknya pasti akan marah besar.

Karena takut pada murka kakeknya inilah, maka bersama dengan Ki Tanujoyo pamomongnya, Bagus Burhan memutuskan untuk tidak pulang ke Solo. Dia memilih berguru ke Kediri.

Dikisahkan, dalam perjalanan menuju Kediri, Bagus Burhan dan Ki Tanujoyo tersesat di sebuah hutan. Karena  hingga tiga hari tiga malam tak menjumpai rumah penduduk, maka selama itu pula mereka tak makan dan tak minum. Karena kelaparan, Bagus Buhan yang biasa hidup enak dan serba kecukupan akhirnya pingsan.
Sementa itu, di tempat lain, yakni di padepokan Kyai Imam Bestari, sang Kyai memperoleh wangsit yang memberikan pertanda bahwa Ponorogo akan dilanda kelaparan. Dalam wangsit itu dikatakan bahwa bencana kelaparan ini akan tertolong bila Bagus Burhan yang telah pergi jauh itu mau diajak kembali ke Ponorogo.

Demi mendapatkan isyaroh ini, sebagai seorang linuwih, Kyai Imam Bestari langsung mengirim utusan untuk menjemput kembali bocah Bengal itu ke Solo.  Celakanya, menurut laporan yang diperoleh, para utusan itu tidak mendapatkan Bagus Burhan di Solo. Bahkan, anak itu belum juga sampai ke rumah kakeknya.

Setelah mendapatkan laporan itu, Kyai Imam Bestari bermunajat kepada Allah untuk meminta petunjukNya. Singkat cerita, Bagus Burhan memang berhasil diketemukan. Bocah ini pun tidak menolak ketika diajak kembali ke padepokan, karena ini memang harapannya agar tidak mendapatkan murka dari sang kakek.

Saat menetap kembali di pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo. Perilaku Bagus Burhan ternyata tak kunjung berubah. Tetap suka berboros-boros dengan bertaruh dan berjudi sabung ayam. Hal ini sangat mengecewakan Kyai Imam Bestari. Karena tak tak tahan melihat kelakukan santrinya, maka suatu hari sang Kyai memarahi Bagus Burhan dengan kata-kata yang sangat menusuk perasaan si anak muda.

Mendapatkan kemarahan hebat dari Kyai Imam Bestari, Bagus Burhan berniat segera hengkang dari pesantren. Untunglah, dalam kondisi seperti iini Ki Tanujoyo segera mengambil peranan. Dia berusaha tampil menolong keadaan, dengan cara membesarkan hati Raden Bagus Burhan.

"Raden ini bukan keturunan orang kebanyakan. Leluhur Raden adalah bangsawan keraton yang hebat. Untuk diketahui, itu semua bukan dicapai dengan hidup enak-enak. Akan tetapi, dicapai dengan cara laku prihatin, tirakat, mesu budi dan patiraga. Apakah Raden tidak ingin seperti mereka?""

Mendengar perkataan Ki Tanujoyo seperti itu, akhirnya bangkitlah semangat Raden Bagus. Dia pun mencoba tetap bertahan di pesantren Gebang Tinatar di Tegalsari, Ponorogo. Sampai suatu ketika, dirinya minta diantar ke kali Kedhung Batu untuk menjalani tirakat, sebagaimana yang pernah ditempuh oleh para leluhurnya.

Berkat kekerasan hati dan ketekunannya, maka setelah menjalani tirakat selama 40 hari 40 malam di kedung Watu, tanpa makan dan minum, kecuali sesisir pisang setiap harinya, akhirnya ada hasil yang dia peroleh. Dari tirakatnya ini Raden Bgus memperoleh wisik, yakni ditemui eyang buyutnya, R.Ng.Yosodipuro I. Dia diminta menengadahkan telinganya, dan gaib sang kakek buyutnya kemudian masuk kedalamnya.

Ada kisah lain yang tak kalah aneh. Konon, Ki Tanujoyo yang menemaninya dipinggir kali, sewaktu menyiapkan nasi untuk buka saat tirakat menginjak hari kw 40, orang tua ini melihat ada sinar masuk ke dalam kendilnya, yang ternyata berupa ikan untuk lauk sang Bagus berbuka puasa.

Semenjak usai menjalani tirakat ini, pribadi Raden Bagus Burhan pun berubah 180 derajat. Kebengalannya berubah menjadi sikap yang sangat patuh. Tak hanya itu, kalau pada awalnya dia santri yang bebal, akhirnya berubah menjadi santri yang cepat menerima pelajaran yang diberikan oleh Kyai Imam Bestari. Dia juga memiliki kelebihan dalam hal mengaji dan berdakwah, sehingga jauh lebih menonjol dibandingkan santri-santri lainnya. Karena kecerdasannya ini, Bagus Burhan memperoleh sebutan baru dari Kyai Imam Bestari, yakni Mas Ilham.

Tabel penilaian




ABSEN 17                                                                                   
Nama : Amma Hidayanti
NIM : 2225132093
Matematika 3B




BINTANG
1.       Aliran Empirisme
2.       Filsafat Empirisme dengan pendidikan (Revisi)
3.       Aliran Empirisme Pendidikan (PPT)
4.       Pertanyaan
5.       Masjid Agung Banten
6.       Pendidikan di Indonesia
7.       Kota Cilegon
8.       Mengenal Batik Banten
9.       Kajian Filsafat Pancasila
10.   Masa pemerintahan B.J Habibie
11. Ronggo Warsito


Masjid Agung Banten



MASJID AGUNG BANTEN
MASJID BERSEJARAH
ID Masjid
:
Luas Tanah
:
20.000 m2
Status Tanah
:
Wakaf
Luas Bangunan
:
1.368 m2
Tahun Berdiri
:
1566
Daya Tampung Jamaah
:
2.000
Fasilitas
:
Parkir, Taman, Gudang, Tempat Penitipan Sepatu/Sandal, Ruang Belajar (TPA/Madrasah), Toko, Perlengkapan Pengurusan Jenazah, Perpustakaan, Kantor Sekretariat, Sound System dan Multimedia, Kamar Mandi/WC, Tempat Wudhu, Sarana Ibadah
Kegiatan
:
Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, Menyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan kegiatan sosial ekonomi (koperasi masjid), Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
SEJARAH                                                                          

Sejarah Masjid Agung Banten 
Masjid yang sangat terkenal dan bersejarah di Banten, adalah Masjid Agung Banten. Sering menjadi top of mind tentang Banten. Masjid Agung Banten termasuk dalam wilayah Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Bangunan Masjid berbatasan dengan perkampungan di sebelah Utara, Barat, dan Selatan, alun –alun di sebelah Timur, dan benteng/Keraton Surosowan di sebelah Tengah. Arah ke sebelah utara dari pusat Kota Serang. Keadaan Masjid ini relatife terpelihara meskipun banyak yang sudah rusak. Bangunan Masjid Agung Banten, terdiri dari bangunan Masjid, dengan serambi pemakaman, di kiri dan kanannya bangunan Tiyamah, menara dan tempat pemakaman di halaman sisi utara.

Bangunan Masjid Agung Banten merupakan suatu komplek dengan luas tanah 1,3 ha yang dikelilingi pagar tembak setinggi satu meter. Pada sisi tembok timur dan masing-masing terdapat dua buah gapura dibagian utara dan selatan yang letaknya sejajar. Bangunan Masjid menghadap ketimur berdiri diatas pondasi masif dengan ketingggian satu meter dari halaman. Bangunan ruang utama berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 25 x 19 m. lantai terbuat dari ubin berukuran 30 x 30 cm berwarna hijau muda dan dibatasi dinding pada keempat sisinya. Dinding timur memisahkan ruang utama dengan serambi timur. Pada dinding ini terdapat empat pintu (dengan lubang angin) yang merupakan pintu masuk utama. Pintu terletak dengan bidang segi empat dari dinding yang menanjal berukuran 174 x 98 dengan dua daun pintu dari kayu. Bagian atas pintu berbentuk lengkung setengah lingkaran. Lubang angin pada dinding timur ada dua buah yang mengapit pintu, pintu paling selatan berbentuk persegi panjang dan di dalamnya terdapat hiasan motif kertas tempel, Dinding barat tersebut berhiaskan pelipit rata, penyangga, setengah Iingkaran dan pelipit cekung.

Dinding sisi utara membatasi ruang utama dengan serambi utama dengan sebuah pintu masuk berbentuk empat persegi panjang ukuran 240 x 125 cm, berdaun pintu dua buah dari kayu. Jendela pada dinding utara dua buah dengan dua daun jendela berbentuk segi empat berukuran 180 x 152 cm. Sedangkan dinding selatan hanya mempunyai satu pintu yang menghubungkan ruang utama dengan pawestren di dekat sudut barat dinding.

Masjid Agung Banten termasuk dalam wilayah Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Bangunan Masjid berbatasan dengan perkampungan di sebelah Utara, Barat dan Selatan, alun-alun di sebelah Timur, dan benteng / keraton Surosawan di sebelah Tengah. Bangunan lain yang ada di Masjid Agung Banten dimana diantaranya pada jarak 10 m dari kolam di bagian timur (depan) Masjid terdapat menara dengan tinggi 23 m. Menara ini diperkirakan dibangun abad ke 18 M dan dapat dimasuki sampai ke atas melalui 82 buah anak tangga. Di dalam menara terdapat empat pintu dan bentuknya sama dengan pintu masuk menara. Bangunan menara terbagi atas tiga bangunan yaitu kaki, tubuh dan kepala. Kolam berada di dalam serambi timur berbentuk persegi panjang terbagi atas empat kolam kotak yang dipisahkan oleh pematang tembok dan dihubungkan dengan lubang pada masing-masing pematang. Kolam berukuran 28,10 x 3,10m dan dalamnya antara 75-100 cm. Di sekeliling kolam terdapat tembok setinggi 1,29 m dan tebalnya 32 cm. Untuk mencapai kolam disediakan tangga turun sebanyak tiga buah anak tangga dari arah halaman dan lima anak tangga dari serambi timur. Selain terdapat kolam ada juga bangunan yang dinamakan Pawestren letaknya berdampingan dengan ruang utama. Pada dinding selatan terdapat pintu yang menghubungkan Pawestren dengan serambi pemakaman selatan. Lubang angin di dinding ini berbentuk segi tiga dan hanya sebagian terbuka karena tertutup atap makam selatan. Dinding barat Pawestren hanya terdapat lubang angin dengan bentuk kumpulan segi tiga dengan bunga di antaranya.

Masjid Agung Banten didirikan pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin dan dilanjutkan oleh putranya Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M atau bulan Zulhijjah 966 Hijriah. Bangunan Tiyamah merupakan bangunan tambahan yang letaknya di sebelah selatan Masjid. Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur Belanda kuno. Di bangun oleh Hendrick Lucas Cardeel, seorang arsitek Belanda yang beragama Islam dan oleh sultan diberi gelar Pangeran Wiraguna. Menara Masjid Agung Banten dibangun oleh Lucas Cardeel, Menurut K.C Crucq berpendapat bahwa menara Masjid Agung Banten ini sudah ada sebelum tahun 1569/1570, bahkan berdasarkan tinjauan seni bangunan dan hiasannya, ia berkesimpulan menara ini didirikan pada pertengahan kedua abad XVI yaitu antara tahun 1560 sampai 1570.
Bangunan-bangunan yang ada di komplek Masjid Agung Banten keadaannya masih terawat dan dikelola oleh Yayasan yang dipimpin oleh H. Tubagus Wasi Abbas.

Renovasi dan Pemugaran
Masjid Agung Banten sejak didirikan sudah mengalami beberapa kali renovasi, baik fisik maupun penambahan luas bangunan. Masjid berdenah empat persegi dan beratap tumpang susun lima ini, telah beberapa kali mengalami perubahan fisik,diantaranya pada :
Tahun 1570-1580 tepatnya pada masa pemerintahan Maulana Yusuf yang tak lain adalah putra dari Maulana Hasanuddin (Sultan yang membangun Masjid Agung Banten), Masjid Agung Banten diperluas dengan serambi muka dan samping. Selain perbaikan Masjid juga dibangun menara Masjid dengan bantuan Cek Ban Cut,seorang muslim berkebangsaan Mongolia.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad (1580-1596); Masjid Agung Banten diperindah dengan melapisi tembok Masjid dengan porselin dan tiangnya dibuat dari kayu cendana. Dibangun juga tempat sholat khusus perempuan yang disebut pawestren atau pawadonan.
Masa pemerintahan Sultan Haji (1684-1687). Pada masa ini dibangun menara baru di halaman muka Masjid dan tiamah(tempat bermusyawarah dan berdiskusi agama) di selatan serambi Masjid. Menara berbentuk mercusuar Eropa dan berdenah segi delapan. Pembangunan menara ini dbantu oleh arsitek Lucas Cardel.
Tahun 1945-1961. Residen Banten Th. Achmad Chatib bersama masyarakat Banten melakukan perbaikan Masjid. Dibuat atap cungkup penghubung di komplek pemakaman utara.
Tahun 1966-1967, Dinas Purbakala melakukan pemugaran menara.
Tahun 1969 Korem 064 Maulana Yusuf Serang melakukan pemugaran total fisik, kecuali model bangunan dan dinding yang masih asli karena kayu dan gentengnya pada rusak dimakan usia. Langit-langit yang tadinya dari bahan rumbia diganti dengan etemit.
Tahun 1970, Yayasan Qur'an memberi bantuan untuk pemugaran serambi timur.
Tahun 1975, pemugaran besar-besaran dan menyempurnakan pemugaran pada tahun sebelumnya. Termasuk memperluas halaman Masjid, dengan memindahkan rumahrumah penduduk yang ada disekitar halaman Masjid ke tempat yang lain. Penggantian lantai ruang utama Masjid dengan teraso berwarna kehijauan, pembuatan atap serambi pemakaman selatan, pembuatan bak-bak wudhu, pembuatan pagar tembok keliling komplek dengan lima gapura. Sumber dananya dari Pertamina Pusat.
Tahun 1987, merenovasi lantai terasa diganti dengan marmer di bagian dalam Masjid dan di bagian luamya dengan keramik. Lantai pemakaman utara dan cungkup makam Maman Hasanuddin yang semua tegel berwarna merah juga diganti dengan marmer. Adapun biaya renovasi berasal dati keluarga Cendana Jakarta.
Dari tahun 1987 sampai sekarang ada renovasi - renovasi kecil termasuk penambahan tempat ziarah yang tadinya terbuka sekarang tertutup dengan atap genteng. Begitu juga tempat wudhu, kamar keeil mulai dibata rapi; demi pelayanan dan fasilitas bagi para peziarah yang berasal dari berbagai daerah.

Kepengurusan Masjid Agung Banten
Seiring dengan berjalanya waktu dan meningkatnya kebutuhan akan pengelolaan manajemen Masjid yang professional, kepengurusan DKM mengalami beberapa penggantian. Tercatat beberapa kali pergantian kepengurusan DKM Masjid Agung yang dikelola oleh keluarga kenadziran; diantaranya :
1. Periode tahun 1975 s/d tahun 1984 oleh KH. Tb. A. Abbas Ma'mun
2. Periode tahun 1984 s/d tahun1994 oleh KH. Tb. Waseh Abbas
3. Periode tahun 1994 s/d tahun 2009 oleh KH. Tb. Fathul Adzim Chatib
4. Periode tahun 2009 s/d tahun 2014 oleh KH. Tb. A. Suaedi Bashit